Penelitian menunjukkan bagaimana semakin buruknya kemampuan perusahaan melakukan inovasi pengalaman pelanggan. Model penelitian NPS tidak hanya menangkap berapa banyak konsumen yang menjadi promoter, passive atau detractor, melainkan memahami perasaan dan emosi pelanggan yang merupakan faktor utama dalam perubahan perilaku konsumen.
Penelitian tahun ini kembali menunjukkan bagaimana perusahaan gagal menghasilkan promoter dan justru menciptakan pelanggan-pelanggan yang kecewa (detractor) dan merasa bosan dengan pengalaman yang biasa-biasa saja (passive). Promoter yang berkurang dan hilang menunjukkan perusahaan tidak berhasil menjaga mereka untuk bertahan dan bertransaksi lebih banyak, bahkan menceritakan ke teman mereka saja, mereka tidak sudi! Pelanggan passive adalah pelanggan yang sudah bosan, menahan kecewa, dan siap pindah jika ada yang menggoda.
Detractor dan passive memberikan dua pelajaran yang berbeda bagi perusahaan. Detractor menunjukkan bagaimana perusahaan gagal memberikan pengalaman yang sesuai standar industri yang artinya pelanggan kecewa karena pengalaman tersebut tidak sesuai dengan yang dijanjikan. Khusus untuk detractor, harus dilakukan peningkatan standar pengalaman pelanggan (improving experience). Sementara untuk passive, mereka mengharapkan perusahaan bisa melahirkan inovasi-inovasi baru dalam berinteraksi dengan pelanggan (innovating experience). Detractor dan passive ini adalah bad-profit customers. Bisa jadi mereka masih memberikan keuntungan, namun menjadi “bom waktu” yang siap meledak saat ada inovasi yang menggoda iman mereka.
Hilangnya pelanggan promoter, bertambahnya pelanggan passive merupakan cermin apa yang terjadi di internal. Perasaan, pengalaman dan emosi pelanggan eksternal adalah cermin perasaan, pengalaman dan emosi pelanggan internal (karyawan, manajemen). Promoter adalah pelanggan good-profit, memberikan keuntungan tanpa mudah terpengaruh harga. Passive dan detractor adalah pelanggan bad-profit, pelanggan yang mudah digoda dikarenakan perusahaan yang resisten terhadap inovasi, tanpa daya memberikan pengalaman membahagiakan, dan tanpa usaha untuk memahami pelanggan dengan lebih manusiawi. Banyaknya pelanggan passive dan detractor juga merupakan cermin banyaknya pihak internal yang passive dan detractor. Pelanggan yang kecewa dan bosan dengan pengalaman yang biasa-biasa saja dari perusahaan merupakan cermin dari karyawan dan pihak internal yang juga bosan dan merasakan pengalaman yang biasa saja di dalam perusahaan mereka.
Celakanya lagi, hal-hal yang standar, biasa dan membosankan itu justru banyak terjadi di perusahaan-perusahaan besar. Saat perusahaan tersebut masih kecil, mereka melakukan segala daya upaya untuk menyenangkan pelanggan. Pengalaman pelanggan yang luar biasa justru menjadi senjata utama yang membesarkan perusahaan. Namun mengapa saat perusahaan sudah menjadi besar, semua pengalaman yang luar biasa tersebut menjadi sangat biasa saja, tanpa inovasi, cenderung penuh prosedur yang menyusahkan dan akhirnya menghasilkan pengalaman pelanggan yang membosankan.
Inikah sindrom yang banyak ditemukan di perusahaan besar? Sindrom “Besar, Biasa, Bosan!” Sindrom dan budaya inilah yang menghasilkan pelanggan detractor dan passive yang semakin banyak setiap tahunnya. Pelanggan yang bosan dengan kebiasaan yang sama merupakan pelanggan yang galau, rentan dan siap berpindah ke lain hati kapan saja saat ada godaan lain yang lebih menggairahkan.
Fenomena ini tentu bukan sebuah ancaman belaka saja, tetapi sudah terbukti di berbagai industri yang mendadak digoda oleh pemain-pemain baru yang lebih segar, menggairahkan dan mendobrak kebosanan selama ini. Lihat saja industri transportasi seperti taksi dan logistik pengiriman dokumen dan barang yang mendadak kaget. Pelanggan-pelanggan yang selama ini loyal ternyata adalah loyalitas semu. Mereka adalah pelanggan yang sudah bosan dan tidak punya pilihan. Saat ada pilihan baru yang lebih segar dan menggairahkan, mereka pun berbondong-bondong pindah dan mencoba berbagai perusahaan baru bermodal aplikasi dan teknologi. Tentu saja ini bukan masalah kecepatan mengadopsi teknologi, namun karena bertumpuknya pelanggan passive yang bosan yang dicuekin oleh perusahaan besar tersebut.
Dengan fenomena seperti ini, ada tiga hal yang harus dilakukan perusahaan. Pertama, perusahaan-perusahaan besar harus menghabiskan lebih banyak waktu melakukan inovasi pengalaman pelanggan, bukan sibuk gonta-ganti cerita iklan. Pengalaman pelanggan adalah iklan paling otentik dan bebas biaya! Kedua, Di era dimana pelanggan dibombardir dengan berbagai inovasi teknologi yang hampir punah dan muncul dalam setiap 3 bulan, pengalaman pelanggan juga harus mampu mengikuti ritme ini. Jika perusahaan mampu mengubah harga, iklan dan promosi dalam hitungan minggu, mengapa tidak dilakukan dengan inovasi pelanggan?. Ketiga, sebelum pelanggan merasa bosan dengan pengalaman mereka berinteraksi dengan perusahaan, perusahaan harus membosankan diri mereka terlebih dahulu. Bosankanlah diri Anda jika tidak mampu menemukan ide-ide baru dalam berinteraksi dengan pelanggan setiap 3 bulan!