Pelanggan dilahirkan untuk memberikan keuntungan kepada perusahaan, memberikan nafkah kepada karyawan nya dan direpotkan oleh berbagai proses dan sistem yang diciptakan oleh perusahaan dan karyawan yang dihidupi oleh pelanggan!
Perusahaan diciptakan untuk menciptakan produk dan jasa yang dibeli oleh konsumen. Hasil pembelian (uang dan keuntungan) yang didapatkan oleh perusahaan dari konsumen akan digunakan untuk menciptakan sistem, proses dan ketentuan yang menyulitkan dan mengecewakan pelanggan!
Setujukah Anda dengan definisi perusahaan dan pelanggan seperti diatas? Pemilik perusahaan tentunya akan membantah hal tersebut. Seperti apa yang tertulis dalam visi dan misi perusahaan yang hampir semuanya berisi kalimat “berorientasi pelanggan”
Hasil penelitian justru menunjukkan hal sebaliknya dimana 80% perusahaan meyakini bahwasannya mereka telah memberikan pelayanan yang superior kepada pelanggan, namun hanya 8% pelanggan yang setuju bahwa mereka sudah dilayani dengan baik oleh perusahaan. Kesenjangan yang ironis, bukan?
Ambil saja contoh nyata di industri perbankan. Bank berlomba-lomba memperbaiki “kualitas pelayanan” di setiap titik interaksi dengan nasabah mulai dari petugas keamanan dengan senyum indah nya sampai dengan petugas pelayanan dengan salam dan sapa layaknya robot yang memiliki jiwa. Seorang nasabah yang memiliki rekening di beberapa bank tentunya akan merasakan proses yang tidak jauh berbeda, pelayanan yang bersifat gimmick dan evolusioner tanpa mampu meninggalkan sebuah memorable experience (pengalaman tak terlupakan) yang mengubah cara industri perbankan menghargai pelanggannya.
Masing-masing bank mencoba memperbaiki pelayanannya degan melakukan benchmark terhadap pesaing dan berusaha meniru atau bahkan sedikit lebih baik. Evolutionary improvement seperti ini akan berakhir tanpa mampu mengikat emosi nasabah dengan positif.
Mari kita lihat proses sehari-hari di sebuah cabang bank. Seorang nasabah akan diminta untuk mengisi formulir/slip yang dibutuhkan untuk transaksi, kemudian mengikuti jalur antrian sambil diselingi dengan senyuman petugas teller yang duduk di depan computer. Adakah sesuatu yang aneh dengan pengalaman pelanggan seperti ini? Bank pada umumnya akan berpikir untuk melakukan perbaikan, mulai dari tampilan fisik sang pelayan sampai dengan tutur kata dan cara bersenyum. Apakah itu yang dibutuhkan nasabah? Ya! Apakah itu yang membuat nasabah bahagia? Tidak!
Pernahkah terpikirkan oleh pemilik bank bahwasannya nasabah yang mereka minta untuk antri berdiri dengan pemandangan dinding-dinding, layar komputer dan berbagai atribut perbankan yang membosankan tersebut justru adalah mereka yang memberikan kontribusi finansial ke perusahaan?
Nasabah yang menyimpan duitnya di bank justru diminta untuk antri dan berdiri, sementara petugas teller malah duduk? Pemilik duit malah disulitkan, dibikin bosan dan seringkali frustrasi? Pemandangan yang aneh atau biasa? Jika bank tersebut menuliskan “berorientasi pelanggan” pada setiap visi, misi dan semua jargon perusahaannya, mungkin sebaiknya direvisi menjadi “berorientasi menyulitkan pelanggan”
Perusahaan menciptakan proses yang mengacu pada sistem cara kerja internal yang berbasis functional department. Setiap proses melayani pelanggan selalu berawal dari fungsi-fungsi yang berbeda di dalam perusahaan, bukan berawal dari pemahaman terhadap pengalaman pelanggan. Untuk itu dibutuhkan sebuah revolusi dalam mengelola pengalaman pelanggan.
Konsumen mendambakan perusahaan yang menghargai konsumen dan memberikan pengalaman nyata yang berkesan, bukan menghargai di dokumen visi dan misi perusahaan. Revolusi pengalaman pelanggan berawal dari keinginan setiap perusahaan untuk memberikan effortless experience kepada pelanggan.
Effortless Experience di perbankan dapat dijalankan dengan melakukan revolusi terhadap cara menghadapi pelanggan. Tidak seharusnya nasabah yang berdiri tetapi teller nya duduk. Bagaimana kalau pengalaman tersebut dibalik menjadi nasabah duduk, teller berdiri?
Umpqua bank memberikan contoh nyata bagaimana melakukan revolusi pengalaman pelanggan. Saat membuka sebuah cabang baru, daripada membuang duit untuk pasang spanduk, baliho, billboard dan sejenisnya, dana yang sama digunakan Umpqua untuk mengirimkan makan malam serta bibit-bibit tanaman kepada lingkungan di sekitar bank tersebut. Grand opening sebuah cabang bank yang sifatnya lebih untuk ABS (Asal Bos Senang) tapi tidak menyentuh hati pelanggan dan calon pelanggan di sekitar lingkungan tersebut di revolusi oleh Umpqua dengan mendekati pelanggan dan menciptakan hubungan emosional yang positif. Layaknya tetangga baru di kompleks kita, bukankah sebaiknya berkenalan dan saling menyapa dengan akrab dan personal?
Saat nasabah sedang menunggu transaksi dilakukan oleh petugas bank, Umpqua menghibur nasabah dengan kejutan seperti ice cream, live music dan lainnya. Bahkan di setiap cabang nya disediakan sebuah telepon umum yang akses nya langsung kepada pimpinan cabang!
Effortless experience berawal dari kemampuan perusahaan memberikan akses yang semudah dan secepat mungkin. Hal ini hanya dapat dilakukan dengan mengubah secara revolusioner setiap titik pengalaman pelanggan. Dari sinilah benih-benih pelanggan yang bahagia dan menjadi promoter akan lahir dan memberikan keuntungan yang lebih banyak bagi perusahaan.