Di era munculnya puluhan merek dalam satu kategori memberikan kemungkinan bagi pelanggan untuk melakukan brand switching dengan mudah. Hal ini dipicu oleh semakin miripnya merek-merek yang ada di pasar.
Apa akibat dari komoditisasi merek tersebut? Pelanggan akhirnya memilih merek berdasarkan alasan rasional, dan bukan lagi emosional. Bukankah kehadiran merek justru untuk membuat pelanggan memiliki ikatan emosional dengan produk yang dikonsumsi?
Tidak heran jika dari hasil survey 24-hour branding ini sangat sulit ditemukan merek yang menjadi “teman hidup” seorang pelanggan. Beberapa merek khususnya dari industri telekomunikasi seluler yang cukup mendekati kategori 24-hour brand justru lebih banyak dipicu oleh product functionality daripada ikatan emosional.
Bukanlah pekerjaan sederhana untuk membesarkan merek yang dapat menjadi “teman hidup” pelanggan mulai dari bangun pagi sampai waktu tidur. Hambatan utamanya adalah fungsi produk itu sendiri. Sebut saja produk men’s shaver yang memang secara fungsi akan terlihat normal kalau digunakan sekali dalam sehari di waktu pagi hari.
Untuk produk-produk yang memang secara fungsional dilahirkan hanya dapat digunakan pada satu waktu tertentu dalam satu hari tentu akan menghadapi kendala untuk menjadi merek yang selalu menemani pelanggan sepanjang harinya.
Lalu, bagaimana cara meningkatkan keterikatan pelanggan terhadap merek kita? Ada dua aspek yang dapat disentuh oleh pemilik merek untuk meningkatkan “kasta” mereknya sehingga dapat menjadi merek pelanggan sepanjang hari.
Aspek pertama adalah aspek fungsionalitas. Pemilik merek dapat meningkatkan atau memperluas fungsi dan manfaat mereknya sehingga pelanggan akan mengkonsumsi lebih sering dan lebih banyak.
Peningkaan aspek fungsionalitas ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu meningkatkan usage dan uses.
Peningkatan usage berarti bagaiimana membuat pelanggan mengkonsumsi merek kita untuk fungsi yang sama tetapi dengan jumlah konsumsi yang lebih banyak. Sebut saja misalnya Pepsodent yang selalu menyarankan pelanggan untuk melaksanakan ritual sikat gigi setelah makan. Saran ini tentu akan membuat Pepsodent tidak hanya ditemui pelanggan saat bangun tidur dan sebelum tidur saja tetapi juga sepanjang siang atau sore hari sesaat setelah mengkonsumsi makanan tertentu.
Sementara peningkatan uses berarti bagaimana membuat pelanggan mengkonsumsi merek kita untuk fungsi yang berbeda. Misalnya saja Royco yang saat ini dapat digunakan untuk berbagai masakan. Fungsi Royco yang bertambah memungkinkan pelanggan akan selalu menggunakan Royco.
Contoh lain misalnya Pocari Sweat yang sempat gencar mengiklankan produknya untuk dikonsumsi sebelum tidur untuk menggantikan cairan yang hilang. Biasanya justru malah produk susu yang banyak menyarankan konsumsi seperti ini tetapi justru minuman isotonik mencoba menempatkan dirinya sebagai merek menjelang tidur.
Hal yang sama juga dilakukan oleh Durex. Kondom dengan fungsi awal untuk menghindari kehamilan telah mengalami perluasan fungsi. Dengan berbagai varian yang dikeluarkan oleh Durex mengakibatkan Kondom memiliki fungsi untuk menambah variasi hubungan suami istri dan bukan lagi sekedar sebagai alternatif alat KB semata.
Lihat saja bagaimana Durex mengeluarkan varian Extra Safe, Together, Fetherlite, Strawberry, Select, Love, Close Fit, Comfort dan Performa. Masing-masing varian tersebut merupakan usaha Durex untuk menyasar berbagai segmen dalam kondisi penggunaan yang berbeda.
Inovasi produk seperti ini memungkinkan Durex dapat digunakan dalam berbagai situasi waktu. Tidak heran jika Durex merupakan pemimpin pasar di kategori Kondom dengan kemampuannya dekat dengan pelanggan dengan menyediakan berbagai varian.
Hal lain juga dilakukan oleh produk-produk pembalut wanita dengan meluncurkan berbagai jenis varian baru yang dapat digunakan untuk berbagai situasi sepanjang hari dengan fungsi yang berbeda juga.
Hal ini memungkinkan pelanggan untuk selalu menggunakan merek tersebut sepanjang hari dan tentunya untuk fungsi yang berbeda. Dengan kata lain, menciptakan kebutuhan baru bagi pelanggan wanita.
Aspek fungsionalitas merupakan elemen paling sederhana yang dapat menjadi andalan pemilik merek untuk meningkatkan keterikatan pelanggan dengan merek yang dijual. Akan tetapi, aspek fungsionalitas ini tentu saja gampang ditiru oleh pesaing sehingga tidak dapat diandalkan untuk jangka panjang.
Inovasi dari segi fungsionalitas mutlak dilakukan meskipun tidak menjamin brand suistainability.
Aspek kedua yang dapat digunakan oleh pemilik merek adalah aspek emosional. Itu berarti, pemilik merek harus dapat menjadikan mereknya sebagai lifestyle brand yang bisa dibawa kemana-mana oleh pelanggan dan menjadi kebanggaan si pelanggan.
Dengan kata lain, merek yang digunakan merupakan cerminan kepribadian si pelanggan tersebut. Who we are equal to what we wear or consume. Pendekatan emotional branding seperti ini akan menghindari sebuah merek dari jebakan perang komoditas yang bersifat fungsional.
Hal ini sebenarnya pernah dilakukan oleh stasiun televisi MTV yang akhirnya terkenal dengan sebutan Generasi MTV. Bahkan MTV sempat mempopulerkan jargon “MTV – Gue Banget” yang berniat mengasosiasikan merek MTV dengan kalangan muda. Itu berarti, kemanapun kawula muda bepergian, mereka harus mencerminkan gaya hidup ala MTV
Pendekatan aspek emosional ini tergolong lebih sulit dibandingkan fungsional. Menciptakan sebuah merek yang memiliki ikatan emosional membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan fungsional. Fungsional memberikan efek dan manfaat yang terlihat secara langsung dalam jangka pendek sementara emosional membutuhkan waktu untuk mencapai critical mass.
Pendekatan ini berarti harus mampu membuat konsumen memiliki ketergantungan terhadap merek kita yang tidak hanya bersifat fungsional. Dari sekedar functional brand menjadi brand habit.
Untuk menjadikan sebuah merek menjadi brand habit bagi pelanggan membutuhkan kemampuan untuk mengintegrasikan tiga hal yaitu product, person dan setting. Produk yang dihasilkan tentu harus memenuhi standar dan sesuai dengan perkembangan jaman. Namun produk saja tidak cukup, harus mempertimbangkan juga si pelanggan sebagai seorang manusia (person) yang memiliki kepribadian masing-masing.
Kesesuaian antara produk yang dihasilkan dengan gaya hidup pelanggan ditambah dengan setting (situasi dan suasana penggunaan) yang tepat akan menjadikan sebuah merek sebagai sebuah “keharusan” bagi pelanggan kemanapun pelanggan tersebut bepergian pasti akan membawa merek tersebut.
Sampai saat ini masih sulit menemukan merek yang bisa menggabungkan tiga hal tersebut – product, person dan setting – yang tepat. Beberapa merek yang digunakan sepanjang hari seperti produk telekomunikasi dan atau handphone masih banyak yang bersifat functional-based branding. Sebuah proses mengkonsumsi merek yang masih bersifat fungsional dan belum menjadi brand habit yang kuat.
Tips 24-Hour Branding
Tingkatkan usage. Buatlah pelanggan Anda mengkonsumsi lebih banyak untuk fungsi yang sama
Tingkatkan uses. Buatlah pelanggan Anda mengkonsumsi lebih sering dengan menyediakan fungsi atau manfaat baru.
Jadikan sebuah merek dari functional-based branding menjadi sebuah brand habit yang akhirnya menjadikan merek tersebut merupakan cerminan diri sang pelanggan.