Mengapa perlu program loyalitas pelanggan? Karena mempertahankan pelanggan yang loyal lebih murah dibandingkan akuisisi pelanggan baru? Namun,mengapa semakin banyak anggaran pemasaran untuk membuat pelanggan loyal, malah menurunkan pendapatan perusahaan dan seringkali pelanggan tersebut tetap saja pindah ke pesaing?
Para pemasar di bagian customer retention dan loyalty atau CRM (customer relationship management) mulai memikirkan ribuan ide program loyalitas mulai dari yang memberikan insentif finansial sampai dengan non finansial. Konsumen tentu saja tidak kalah cerdas dibandingkan pemasar, mereka pun berbondong-bondong mengajukan aplikasi, menjadi konsumen dan memanfaatkan semua insentif tersebut. Saat insentif tersebut hilang, konsumen pun menyatakan selamat tinggal. Programnya yang salah atau definisi dan pengkategorian pelanggan loyal yang salah?
Kalau programnya sudah diganti dan tidak mempengaruh kinerja keuangan perusahaan, berarti masalahnya bukan di programnya, tetapi menyasar konsumen yang salah. Itu berarti, definisi dan kategori pelanggan loyal yang salah telah menghabiskan anggaran perusahaan yang akhirnya menghambat perusahaan untuk bertumbuh. Perusahaan tidak mampu membedakan bad-profit dengan good-profit loyal customers.
Paradigma yang salah tentang pelanggan yang loyal. Pertama, pelanggan yang selalu membeli ulang pasti loyal. Bagaimana kalau pelanggan tersebut tidak memiliki pilihan lain? Misalnya hanya ada satu penerbangan di rute tersebut, prosedur yang ribet untuk mengganti nomor GSM. Bagaimana kalau pelanggan tersebut mengalami peningkatan penghasilan dan status sosial dan kemudian mengganti merek mobilnya, komputer dan bahkan jasa penerbangan?
Kedua, pelanggan yang membeli ulang akan menghasilkan biaya yang lebih rendah. Bagaimana jika pembelian ulang tersebut dipicu oleh insentif finansial yang diberikan oleh perusahaan seperti yang terjadi di industri kredit dan telekomunikasi? Bukankah loyalitas seperti ini harus dikompensasikan dengan biaya yang lebih tinggi?
Loyalitas pelanggan dapat mempengaruhi kinerja bisnis dan keuangan dan menyatukan suara semua jajaran perusahaan dari C-level sampai dengan frontliner. Solusi ini yang diberikan oleh konsep Net Promoter Score (NPS) yang pertama kali dipublikasikan oleh Frederick F Reichheld di Harvard Business Review (Desember,2003). Selama tujuh tahun ini, ratusan CEO dari berbagai industri seperti telekomunikasi,perbankan,asuransi, komputer dan consumer goods – baik B2B maupun B2C – telah meminta semua unit dalam perusahaan untuk menjadikan NPS sebagai konsep operasional dan KPI yang harus dicapai untuk mendukung pertumbuhan perusahaan.
Dalam dua dekade terakhir ini, NPS merupakan satu-satunya konsep loyalitas pelanggan yang berhasil di “beli” oleh CEO dan bukan hanya menjadi domain departemen pemasaran saja dengan satu alasan sederhana : NPS memiliki korelasi positif terhadap pertumbuhan perusahaan. Bukankah agenda setiap CEO adalah membuat perusahaan bertumbuh?
Perusahaan yang memiliki nilai NPS diatas 50% terbukti memiliki jumlah konsumen loyal yang lebih banyak serta pertumbuhan finansial yang lebih tinggi 2,5x dibandingkan pesaing.
Net Promoter Score adalah sebuah disiplin yang dihasilkan dari hubungan yang dibangun oleh perusahaan dengan konsumen. NPS didapat dari menanyakan ke konsumen apakah akan merekomendasikan sebuah produk/jasa kepada teman atau keluarga. Jawaban konsumen akan dikelompokkan menjadi tiga yaitu detractors, passives dan promoters. NPS membantu perusahaan membedakan bad-profit loyal customers dengan good-profit loyal customers sehingga CEO dapat memfokuskan anggaran nya untuk berinvestasi di program loyalitas pelanggan yang menghasilkan good profit dan berdampak pada pertumbuhan finansial perusahaan.
Penelitian yang sama dari Fred Reichheld, Bain&Co dan Satmetrix menunjukkan perilaku nyata (actual behavior) dari konsumen dalam membeli sebuah produk/jasa memiliki korelasi tertinggi dengan tingkat rekomendasi dibandingkan variabel lainnya seperti kepuasan pelanggan.
Konsumen yang loyal melakukan empat hal utama yaitu: melakukan pembelian lagi, membeli lebih banyak, memberikan input yang konstruktif dan mengajak orang lain untuk ikut membeli.
Salah satu perusahaan yang dalam beberapa dekade terakhir bertumbuh secara signifikan di atas rata-rata industri adalah GE. Seperti diutarakan oleh Satya Heragandhi, President Director PT GE Operations Indonesia – pada saat NPS Conference pertama di Indonesia (10 Mei 2010) – bahwa agenda setiap perusahaan adalah bertumbuh dan NPS memberikan satu bahasa yang sederhana yang bisa dipahami semua lapisan dalam organisasi. Melalui program Voice of Our Customer (VOOC), GE menjadikan NPS sebagai sebuah disiplin operasional untuk pertumbuhan perusahaan.
Studi NPS yang dilakukan oleh Octovate (sebagai Official Partner NPS di Indonesia) bersama dengan Majalah SWA menunjukkan konsistensi yang sama. Survei terhadap 1.500 responden di Jakarta dan Bandung dengan metode purposive sampling atas product usership dengan pengacakan bertahap pada level administrasi kewilayahan sampai tingkat kelurahan. Hasil NPS tersebut dikorelasikan dengan pertumbuhan finansial (dalam hal ini diwakili oleh pendapatan dari perusahaan yang datanya tersedia secara publik dan tidak bersifat multiple brands) menemukan hubungan yang signifikan antara nilai NPS yang lebih tinggi dengan kinerja keuangan yang lebih bagus dibandingkan pesaing di industri sejenis.
Bagaimana perusahaan bisa memanfaatkan NPS untuk meningkatkan pertumbuhan finansialnya? Pertama, menjadikan NPS sebagai disiplin operasional, bukan proyek riset pemasaran! NPS harus merupakan inisiatif dari top sampai bottom level dengan bahasa yang sama mulai dari unit bisnis sampai dengan tingkat cabang.
Kedua, menjadikan NPS sebagai bagian dari strategi, bukan contingency plan yang muncul saat program loyalitas belum berhasil mencapai target akhir tahun. Ketiga, NPS adalah awal permulaan untuk mengubah bad-profit menjadi good-profit loyalty programs.
Satu-satunya cara bagi perusahaan untuk bertumbuhan secara keuangan adalah bagaimana menjadikan konsumen nya sebagai “departemen pemasaran” yang membantu perusahaan memperoleh 3R (Repurchase, Retention dan Referral). Hal itu bisa diawali dengan disiplin NPS yang konsisten sehingga semua program loyalitas pelanggan adalah program yang menghasilkan pertumbuhan finansial, bukan sekedar program “menyogok” konsumen untuk setia.