Institusi Pendidikan Tanpa Masa Depan

Semua orang yang menempuh pendidikan atau yang mengirimkan anaknya untuk mengikuti sebuah program pendidikan berharap agar pendidikan tersebut dapat menyiapkan dirinya atau anaknya untuk bersaing di masa depan. Pendidikan dijadikan sebagai tumpuan harapan untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik atau kondisi yang lebih baik.

Pertanyaannya adalah: apakah benar pendidikan bisa menyiapkan kita untuk bersaing di masa depan sementara dunia pendidikan sendiri justru gelagapan dan tidak siap menghadapi perubahan-perubahan yang semakin sulit diprediksi ini

Bagaimana kita mau menyerahkan nasib anak-anak kita ke institusi pendidikan, sementara institusi pendidikan justru terlihat tidak lincah dan tidak bisa menerima perubahan itu sendiri. Ini ibaratnya meminta orang yang tidak memiliki rambut untuk mengajarkan kita bagaimana cara menumbuhkan rambut.

Contoh paling sederhana adalah di masa pandemic Covid-19 ini, hampir semua lembaga pendidikan gelagapan, kaget dan bingung bagaimana mengurus cara pembelajaran mereka.

Kemana saja lembaga pendidikan itu selama ini? Padahal di kelas-kelas mereka, dengan gagahnya pengajar (dosen ataupun guru) mengeluarkan kata-kata indah seperti “menyiapkan generasi masa depan”, “membuat Anda semua mampu bersaing”, “mengajarkan Anda konsep memenangkan persaingan dan menaklukkan perubahan”, “membantu Anda mendapatkan penghasilan yang lebih baik”, “menyiapkan Anda memperoleh pekerjaan yang layak”. Lah….kata-kata yang diucapkan dan dijanjikan di ruang-ruang kelas itu malah tidak dipraktekkan ke diri sendiri.

Teori tapi tidak dipraktekkan.

Mana contohnya?

Lihat saja kampus-kampus dan sekolah-sekolah yang kaget dan bingung. Mendadak sekolah tatap muka tidak bisa dijalankan. Sekolah, kampus, guru dan dosen gelagapan. Bagaimana cara ngajarnya. Belum lagi tahun ajaran baru, bingung gimana melakukan rekrutmen anak didik atau mahasiswa baru karena terbiasa dengan proses tradisional seperti tes tertulis dan tatap muka serta mendapatkan penghasilan dari menjual formulir dalam bentuk kertas-kertas yang dicetak.

Bahkan ada yang masih tidak rela dengan kenormalan baru ini, masih memaksa cara lama yang dibikin seakan-akan baru dan ada juga yang bermimpi kalau sekolah dan kampus dikembalikan dengan cara lama.

Bukankah sekolah dan kampus sebagai garda terdepan seharusnya menjadi salah satu pihak yang paling cepat dan paling siap dalam mengadopsi perubahan ini. Mereka harus menjadi contoh bagi anak anak murid dan anak anak didik bagaimana yang disebut sebagai pendidikan menyiapkan masa depan. Justru saat ini menjadi salah satu contoh buruk akan kesenjangan antara teori dan praktek, apa yang diomongkan di brosur dan kelas justru tidak dijalankan oleh diri mereka sendiri. Seperti layaknya seorang pelatih sepakbola yang menendang bola, namun sepatunya yang masuk ke gawang!

Bukankah seharusnya sudah sejak dulu kala, sekolah dan kampus mulai menyiapkan konsep dan materi pembelajaran secara online karena masa depan adalah online? Kenapa pendidikan justru menyiapkan anak didiknya untuk hidup menuju masa lalu.

Tidak heran, dunia pendidikan baik yang formal dan informal adalah salah satu sektor yang paling terpengaruh dari pandemi Covid-19 ini baik dari segi proses belajar-mengajar maupun dari segi bisnis. Kondisi tersebut tercermin dari peringkat investasi yang dikeluarkan oleh Moody’s Investment Services pada 18 Maret lalu. Moody’s menurunkan peringkat investasi dari seluruh sektor pendidikan di AS dari stabil menjadi negatif.

John F. Kennedy (JFK) University yang kampusnya berlokasi di Pleasant Hill, California, bahkan mengumumkan bahwa universitas tersebut sudah memutuskan untuk menghentikan operasinya pada akhir tahun ini. Seluruh mahasiswa yang ada akan dialihkan ke kampus-kampus lain. Padahal, JFK University terbilang kampus yang sudah berumur. Berdiri pada 1965, berarti usia kampus itu sudah 55 tahun.

Sekolah dan kampus yang berisi orang-orang pintar dengan sederet gelar mendadak kalah cepat, kalah lincah, kalah berani dan kalah perhitungan dengan anak-anak muda yang tidak memiliki gelar sederet dan tidak memiliki pengalaman penelitian yang ilmiah. Jangan-jangan, orang-orang pintar itu selama ini sedang sibuk melakukan penelitian tentang masa lalu, bukan masa depan!

Ironis sekali bukan? Institusi yang menjadi harapan orang tua untuk menyiapkan anak-anaknya bersaing di masa depan malah terjebak dengan bayang-bayang masa lalu.

Mengutip tulisan rekan saya Prof. Jony Oktavianto, Indonesia saat ini memiliki sekitar 4.200 universitas dan sekolah tinggi. Di antara mereka, hanya 85 yang universitas negeri. Selebihnya, atau mayoritas, adalah universitas swasta yang mayoritas adalah kampus-kampus kecil. Jumlah mahasiswanya tak sampai 1.000 orang.

Tak heran kalau fenomena kampus-kampus kecil di AS juga terjadi di Indonesia. Banyak kampus yang saat ini terengah-engah untuk mempertahankan hidupnya akibat pandemi Covid-19. Mereka kesulitan untuk mempertahankan operasionalnya (kegiatan perkuliahan) karena beragam penyebab. Di antaranya, sulit menyelenggarakan sistem perkuliahan secara daring (online) karena infrastruktur teknologi informasi di kampus yang kurang mendukung atau bisa juga karena dosennya kurang adaptif.

Mengapa? Kampus-kampus ini dan mungkin juga pengajar-pengajarnya terlalu sibuk menikmati kebahagiaan gelar-gelar akademik mereka yang Panjang dan banyak itu. Sebagian lainnya sibuk dengan status-status administrasi dan sertifikat-sertifikat yang mereka peroleh di masa lalu. Entah apa hubungannya antara sertifikat masa lalu itu dengan menyiapkan anak didik nya menuju masa depan.

Sebagai orang tua, kita hanya bisa menarik kesimpulan sederhana.  Kita jangan pernah mempertaruhkan masa depan anak-anak kita kepada institusi pendidikan saat ini yang bahkan kebingungan dengan masa depannya sendiri


Sumardy
Konsultan pemasaran yang percaya bahwa word of mouth dan customer loyalty adalah kunci pertumbuhan bisnis perusahaan. Telah berkarir selama 18 tahun di industri pemsaran, pernah bekerja di MarkPlus dan Octovate dan kemudian memulai bisnisnya sendiri dengan mengembangkan agensi digital: Pingfans

(Visited 137 times, 1 visits today)